Skip to Content

Melaraskan Perkenalan : Gala Dinner Sebagai Gerbang Kolaborasi MTN Lab X Electroacoustic Music Lab 2025

Melaraskan Perkenalan : Gala Dinner Sebagai Gerbang Kolaborasi MTN Lab X Electroacoustic Music Lab 2025 
by. Joko Suyanto - Reportase Day 1

Rintik hujan yang jatuh perlahan membasahi Kota Solo pada Kamis malam, 20 November 2025, seakan menjadi tirai pembuka bagi sebuah perjumpaan yang hangat dan sarat makna. Di Sky Lounge & Caffe Amarelo Hotel Solo, para peserta MTN Lab x Electroacoustic Music Lab 2025 berkumpul untuk pertama kalinya. Sepuluh peserta dari berbagai penjuru Indonesia hadir, kecuali satu yang masih di dalam perjalanan. Mereka duduk bersama para mentor dan penyelenggara dalam suasana yang cair, akrab, dan penuh penantian akan kejutan apa yang akan ada di ruang-ruang workshop esok hari.

Sebelum acara dimulai, malam yang temaram itu, suasana dihidupkan oleh denting sitar dan suara seorang sindhen yang melantunkan langgam-langgam Jawa. Alunan itu membuat atmosfer yang autentik, seolah menandai sejuknya Kota Solo dalam wujud budaya yang tak lekang oleh waktu. Musik tradisi yang mengalun menjadi semacam ‘guide’ bahwa perjalanan eksplorasi bunyi dalam workshop nanti akan berakar kuat pada lokalitas kota ini.

Acara malam itu dipandu oleh Sekar Tri Kusuma, ia menyapa seluruh peserta dengan hangat, dilanjutkan menjelaskan jadwal tujuh hari ke depan dari tanggal 20-27 November 2025, mulai dari sesi kelas, laboratorium bunyi, hingga penjelajahan lanskap Kota Solo yang diharapkan menjadi sumber material bagi para peserta. Workshop ini bukan sekadar ruang belajar teknis, tetapi wadah untuk menghayati bunyi, merekam jejak kota, serta mengolahnya menjadi karya elektroakustik yang segar dan kontekstual.

Ditegaskan oleh penyelenggara, bahwa pelaksanaan workshop ini merupakan bagian dari keberpihakan pemerintah  dalam merealisasikan program prioritas nasional di bidang kebudayaan yang dikelola oleh Kementerian Kebudayaan melalui Direktorat Pengambangan, Pemanfaatan dan Pembinaan Kebudayaan serta Direktorat Film, Musik dan Seni. Praktiknya diimplementasikan oleh MTN Lab berkolaborasi dengan Electroacoustic Music dengan tema “mahasvarnanusantara”.

Program tersebut tentu didasari atas fenomena musik elektroakustik di Indonesia yang tengah berkembang secara dinamis, namun masih menghadapi tantangan, terutama pada aspek fasilitas laboratorium dan kurikulum pendidikan. Meski begitu, perkembangan teknologi dan meluasnya kolaborasi membuka peluang besar bagi genre ini untuk memberi warna baru pada panggung musik kontemporer Indonesia bahkan dunia.

Pernyataan itu selaras dengan pandangan maestro musik elektroakustik Indonesia, Otto Sidharta, ia menjelaskan, musik elektroakustik memiliki keunggulan dalam kebebasan eksplorasi, manipulasi bunyi, serta perluasan makna musikal. Di Indonesia, pendekatan ini tidak hanya menjadi penerapan teknologi, melainkan juga alat untuk mentransformasi budaya, sekaligus medium pencarian identitas sonik yang bertumpu pada nilai-nilai ke-lokalan. Musik elektroakustik, lanjutnya, adalah jembatan antara tradisi dan modernitas, antara lokalitas dan globalitas, antara sains dan seni—rangkaian yang menjadi bagian penting dari perjalanan musik kontemporer.

Gairah itu tampak tergambar pada para peserta dan mentor yang hadir. Salah satunya adalah Jean David salah satu mentor pada workshop kali ini. Musikus asal Prancis yang banyak menghabiskan aktivitas bermusiknya di Asia, khususnya negara Thailand itu, menjelaskan, meskipun dirinya berasal dari Eropa, kepekaannya pada budaya Asia membuatnya tidak sabar untuk terlibat dalam proses workshop di Indonesia. Malam itu ia sudah berada di tengah-tengah para komposer potensial dari berbagai daerah di Indonesia dan langsung bergabung, menyapa semua para peserta.

Di antara mereka tampak ada I Gede Nayaka Farell (Jakarta), Devi Anggitaningrum (Sumedang), Bambang Dwiatmoto (Salatiga), Usman Wafa (Semarang), Ghazian Arta Fikry (Semarang), Vincent Jonathan The (Tangerang), Tsaqiva Kinasih Gusti (Semarang), Harri Haryon (Sukabumi), dan Yudhistira Rijki Firdaus (Bandung). Satu peserta lainnya, Raden Agung Hermawan dari Jakarta, masih dalam perjalanan dan ditunggu kehadirannya esok hari.

Memasuki di penghujung acara, Sekar Tri Kusuma mengajak seluruh peserta bermain sebuah games pengenalan bunyi. Tantangannya sederhana: setiap peserta diminta menghasilkan bunyi spontan dari benda atau tubuh mereka, lalu membunyikannya secara bersamaan. Terdengar siulan yang melengking, dentingan mangkuk yang dipukul perlahan, gumaman mantra, potongan kidung, hingga gesek-gesekan plastik bekas bungkus makanan. Bunyi-bunyi itu bertaut dan bertubrukan, membentuk harmoni yang tak direncanakan. Sebuah komposisi spontan yang menjadi simbol keakraban malam itu.

Di tengah hujan yang masih turun ringan, nyala kehangatan di Sky Lounge semakin terasa. Gala dinner itu bukan sekadar makan malam, melainkan pertemuan energi sekaligus gerbang awal menuju hari-hari intens di laboratorium bunyi esok hari. Para peserta tidak hanya saling mengenal, tetapi juga menyelaraskan diri, melaraskan imajinasi, ritme, dan harapan, sebelum memasuki ruang workshop yang akan menantang sekaligus memperkaya perjalanan kreatif mereka. Sebuah awal yang mengesankan, yang mematri Solo sebagai rumah pertama dari sebuah proses penciptaan bunyi elektroakustik yang lebih luas.

Share this post
Tags
Archive
Sign in to leave a comment
International Mask Festival 2025 Tampilkan 21 Delegasi Lintas Negara, Siap Guncang Panggung Festival Surakarta
by : Mardhiah Nurul Lathifah