Solo — MTN Lab x Electroacoustic Music Lab 2025 memasuki hari keenam dengan atmosfer yang jauh lebih padat, tegang, dan teknis dibanding hari-hari sebelumnya. Bertempat di dua Lokasi, Garena Gaming Solo Technopark dan Sky Lounge Amarelo Hotel. Agenda pada Selasa, 25 November 2025 ini berubah menjadi semacam pressure chamber bagi seluruh peserta. Mereka harus menyelesaikan seluruh detail komposisi sebelum malam hari, saat simulasi showcase digelar.
Sejak siang, ruang workshop di Gedung Garena tampak sunyi. Namun keheningan itu tidak mencerminkan apa yang terjadi di kepala para peserta. Di depan layar laptop dan headphone yang tidak pernah lepas dari telinga. Mereka berpacu memoles komposisi masing-masing: editing, balancing, automation, mixing, hingga mastering.
Para mentor Jean David, Stevie, dan Otto aktif bergerak seperti pengawas laboratorium. Setiap beberapa menit, salah satu dari mereka berdiri dari kursinya, menghampiri meja peserta lain, memberikan catatan teknis, atau langsung membantu melakukan prosesing atau rekayasa bunyi, manipulasi frekuensi, hingga memberi contoh automation yang lebih presisi.
“Hari ini banyak yang harus dibereskan. Balancing dan automation adalah penentu,” ujar Jean menjelang akhir sesi sore. “Saya apresiasi keseriusan mereka. Energi sebesar ini biasanya melahirkan karya monumental.”
Tidak ada waktu longgar. Bahkan untuk sekadar meneguk air, beberapa peserta enggan meninggalkan kursinya. Tidak berlebihan bila hari keenam disebut sebagai hari paling kritis sepanjang berlangsungnya MTN Lab 2025.
Simulasi Showcase: Malam Penghakiman di Rooftop
Selepas senja, seluruh peserta bergerak ke Sky Lounge Amarelo, lokasi simulasi showcase. Di rooftop yang menghadap ke Langit Kota Solo, suasananya berubah, lebih terbuka, tetapi lebih mendebarkan.
Satu per satu peserta menyiapkan peralatan. Ada yang masih sibuk menambal kekurangan teknis, ada yang tampak santai, dan ada pula yang terlihat panik karena grogi. Simulasi ini bukan sekadar gladi bersih. Mereka tidak hanya menampilkan karya, tetapi juga harus menjelaskan konsep, gagasan, dan struktur bunyi yang mereka bangun selama enam hari.
Selain mendengar, para mentor mengamati perubahan emosi para peserta ketika karya mereka diperdengarkan di ruang publik untuk pertama kalinya. Dari sinilah mereka dapat menilai, bagian mana yang sudah bekerja dengan baik, mana yang masih terlalu datar, mana yang perlu treatment ulang, dan mana yang sudah mencapai intensitas yang diharapkan.
Malam itu terasa seperti malam penghakiman kecil, sebelum karya-karya tersebut naik ke panggung sesungguhnya dalam format Bukan Musik Biasa, Rabu 26 November 2025 di Pendhapa Wisma Seni, Taman Budaya Jawa Tengah jam 20:00 wib.
Setelah seluruh peserta tampil, rasa lega terlihat jelas. Banyak dari mereka untuk pertama kalinya benar-benar “mendengarkan ulang” karyanya dalam situasi pertunjukan, bukan sekadar lewat headphone di meja kerja.
Para mentor memberikan apresiasi, tetapi tetap menekankan bahwa masih ada yang harus dibenahi dalam waktu yang sangat singkat.
Stevie menekankan jangan akut untuk memadatkan komposisi, beberapa harus memotong durasi karyanya menjadi lebih singkat. Jangan takut menyederhanakan kompleksitas bunyi, fokus aja dengan beberapa hal, dan bikin alur dan warna suara yang dikendaki, kata Stevie malam itu.
Besok malam, karya-karya ini akan bersanding dalam satu panggung yang menuntut keberanian, ketelitian, dan eksperimen. Seperti apa ledakan bunyi yang mereka siapkan? Para pencinta musik, nanti malam dapat menyaksikan langsung atmosfer musik elektroakustik yang diracik oleh para komposer muda Indonesia. Sampai bertemu di panggung utama: Bukan Musik Biasa. (Joko Suyanto)
Hari Ke Enam MTN Lab 2025: Di Balik Laptop, Headphone, Dan Tekanan Menjelang Showcase