Hari keempat, Minggu 24 November 2025, MTN Lab x Electroacoustic Music Lab 2025 dibuka dengan sebuah perjalanan mendengar, yakni aktivitas sound walk. Sebuah metode berburu bunyi di ruang-ruang potensial Kota Solo. Bukan sekadar aktivitas teknis, sound walk kali ini menjadi cara bagi para peserta untuk mengasah kepekaan artistik mereka. Menyimak denyut kota, menangkap suara-suara kecil yang selama ini mungkin hanya lewat tanpa disadari.
Destinasi pertama adalah Museum Lokananta, ruang arsip legendaris yang menyimpan rekam sejarah industri musik Indonesia. Di sana, para peserta tidak hanya melihat koleksi fisik dan ruang dokumentasi, tetapi juga mencoba merasakan atmosfer studio Lokananta yang menyimpan banyak jejak produksi musik Indonesia dari masa ke masa. Setiap langkah, setiap pintu yang dibuka, menjadi potongan bunyi yang direkam dan dibawa pulang sebagai material komposisi.
Perjalanan dilanjutkan menuju Studio Gamelan Taman Budaya Jawa Tengah. Para peserta dihadapkan pada deretan ricikan gamelan, di antaranya gendher, bonang, kempul, gong, gambang, dan kendhang. Gamelan diperlakukan tidak seperti lazimnya, tetapi dieksplorasi untuk mencari kemungkinan bunyid yang dikenehdaki. Setiap peserta merekam dengan tekniknya sendiri, mulai dari close-miking hingga ambient capture. Mereka berusaha menangkap karakter suara yang paling unik dan autentik dari tiap ricikan gamelan.
Destinasi terakhir adalah Pasar Antik Tri Windhu, ruang yang penuh benda-benda lawas, logam, kayu tua, keramik, dan mekanik antik. Di antara deretan objek yang berumur puluhan tahun itu, para peserta memburu suara-suara unik: gesekan besi, denting barang pecah, derit kursi tua, hingga getar-getar kecil yang lahir dari sentuhan spontan. Ruang ini menjadi laboratorium terbuka bagi penciptaan suara yang tak biasa.

Kelas Malam: Presentasi Karya dan Dialog Artistik
Sesi malam dibuka dengan presentasi karya dari lima peserta di Sky Lounge dan Caffe Amarelo Hotel. Masing-masing membawa pendekatan berbeda, memberikan gambaran perkembangan artistik yang terjadi selama empat hari. Seperti Raden (Jakarta) Ia memperdengarkan olahan bunyi aliran yang rekayasa dan dimanipulasi dari segi alur, timbre, serta manipulasi suara. Hasilnya adalah lanskap bunyi yang ekspresif, mengajak pendengar masuk ke arus sungai dari perspektif yang tak terduga.
Kemudian Usman (Semarang) ia memperdengarkan eksplorasi karinding yang diproses menjadi spektrum bunyi elektroakustik dengan tensi yang naik turun namun tetap menjaga alur statis yang meditatif. Mentor merespon, Stevie menilai project bunyi usman alurnya masih tersburu-buru. Perjalannya musiknya masih dibutuhkan siasat alur yang memiliki frasa-frasa yang bercorak. Sehinga dinamikanya tercapai.
Lalu presenter selanjutnya adalah I Gede Nayaka Farel, ia menampilkan karya real-time berbasis bunyi botol air mineral bekas yang diremas, direkam, lalu diolah audio-visual secara spontan saat itu juga. Ia berani melakukan eksperimen yang segar dan unik, meskipun secara teknis masih membutuhkan sistem yang lebih proper untuk menangkap detail bunyi secara optimal. Disusul dua peserta lain melengkapi sesi ini dengan pendekatan kreatif yang juga mendapat perhatian positif dari mentor. Selain Stevie, Otto Sidharta juga menyampaikan pandangannya, ia melihat ada dua unsur dalam karya yang diperdengarkan oleh Nayaka, yaitu improvisasi dan struktur pasti. Pak Otto memberikan masukan untuk jangan terlalu dominan improviasinya, harus ada naskah yang pasti yang digunakan untuk memandu komposisi.
Stevie dan Jean memberikan apresiasi atas keberanian seluruh peserta. Menurut Stevie, progres semacam ini harus terus dibarengi dengan ketekunan mengolah detail, menata timbre, memperhalus alur dramaturgi, serta memastikan struktur karya yangsolid. Ia menyoroti karya Nayaka yang memiliki pendekatan kuat namun Jan menyarankan untuk memikirkan plan a,b dan c, terutama jika karya itu akan disajikan secara real time. Plan-plan itu tentu berkaitan dengan operating system yang digunakan untuk menjalankan siste kerja musiknya. Semua peserta yang presentasi , lanjut Jean, menunjukkan potensi besar. “mereka para peserta adalah individu bertalenta,” ujarnya, “dan tinggal selangkah lagi untuk berkembang menjadi pencipta karya yang lebih matang dan tajam.”
Hari keempat ini bukan hanya perjalanan berburu bunyi, tetapi juga perjalanan memperdalam kepekaan. Dari studio bersejarah hingga pasar antik, dari denting gamelan hingga riuh kota, semua menjadi bahan baku penciptaan yang kelak akan berkembang menjadi komposisi elektroakustik yang bernilai. (Joko Suyanto)
City Tour Dan Sound Walk: Kartografi Bunyi Kota Solo